RUNTUHNYA
WIBAWA HUKUM
WIBAWA HUKUM
Tragedi keadilan seperti tak habis melanda negeri
ini. Aparat terus saja pamer diskriminasi, begitu garang menindak rakyat
jelata, tetapi lunglai ketika menghadapi kalangan berada dan berkuasa
Hukum merupakan sebuah sistem
yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan
atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi
hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang
merajalela."
CONTOH KASUS
Masyarakat mungkin masih ingat kejadian hukum yang merusak moralitas sehingga berkembang
persepsi bahwa kini sudah tidak ada lagi keadilan di lembaga penegak hukum.
Pertama, putusan hakim terhadap Minah (55) yang diganjar 1 bulan 15 hari
penjara dengan masa percobaan 3 bulan atas dakwaan pencurian 3 buah kakao di
perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Banyumas.
Belum
hilang keheranan publik, hukum juga memaksa Basar dan Kolil mendekam dalam LP
Kelas A Kota Kediri karena mencuri sebutir semangka seharga Rp 5.000.
Keterkejutan memuncak ketika hukum melalui PT Banten menuntut Prita Mulyasari
mengganti kerugian material dan immaterial kepada RS Omni Rp 204 juta karena
dakwaan pencemaran nama baik atas pelayanan buruk yang dikeluhkan melalui surat
elektronik.
Terakhir,
Manisih (40) dan tiga kerabatanya Rabu (10/12) menjalani persidangan di PN
Batang atas sangkaan mencuri 14 kilogram kapuk randu di perkebunan PT Segayung,
Kecamatan Tulis, Batang. Sidang dilanjutkan Senin (14/12) ini, untuk
mendengarkan eksepsi penasihat hukum terdakwa tersebut.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin
memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (23/5/2012).
Nazaruddin menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi Angelina Sondakh, tersangka
kasus dugaan suap penganggaran proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga serta
Kementerian Pendidikan Nasional. Mantan anggota DPR yang divonis empat
tahun 10 bulan penjara dalam kasus suap wisma atlet SEA Games itu tiba di
gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 11.00 WIB dengan diantar mobil tahanan. Saat
memasuki gedung KPK, Nazaruddin tidak banyak berkomentar. Dia hanya menjawab
pertanyaan seorang pewarta yang bertanya komentar Nazaruddin seputar penetapan
tersangka Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai.
Kejadian-kejadian
hukum itu pada akhirnya menimbulkan pengaruh sosial yang bermakna bagi
masyarakat, lalu tak kalah penting untuk dipahami, kejadian hukum itu akan
meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai sumber keadilan.
Mengapa kejadian ini berdampak pada pengadilan? Seberapa penting pengaruhnya?
Pengadilan
adalah jantung hukum itu sendiri karena menjadi laboratorium bedah atas paket
perundang-undangan, profesional hukum melaksanakan fungsi, produk keadilan, dan
pertarungan antara moral dan kepentingan-kepentingan lain.
Untuk
itulah berkembang adagium klasik di dunia hukum bahwa sebaik atau seburuk
apapun teks perundang-undangan maka produk keadilan yang dihasilkan tetap
tergantung pada sosok-sosok yang menjalankannya. Di sinilah pentingnya
moralitas hukum yang harus dipegang oleh penguasa pengadilan.
Pernyataan
itu dapat dikatakan suatu jawaban atas fenomena hilangnya keadilan di
pengadilan adanya kasus Minah, Basar-Kolil, dan Prita Mulyasari. Di sisi lain,
semuanya merupakan kelompok masyarakat kelas bawah sehingga menjadi bukti
langsung bahwa hukum belum dapat dicerna oleh masyarakat awam.
Hukum dan
moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia agar selalu baik, namun
positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian hukum. Itulah
sebabnya, hukuman terhadap Amir Mahmud, sopir di BNN hanya karena sebuah pil
ekstasi justru dikenai hukuman 4 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat,
sedangkan jaksa Ester dan Dara yang telah menggelapkan 343 butir ekstasi hanya
divonis 1 tahun.
Hukum
merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan,
kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia. Hukum
sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua
orang.
Tanpa
moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral mengutamakan pemahaman
dan kesadaran subjek dalam mematuhi hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K
Bertens bahwa quid leges sine moribus yang memiliki arti apa gunanya
undang-undang kalau tidak disertai moralitas.
Moral
jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam kesewenangan hukum dan
pertimbangan kepentingan lain dalam penegakan keadilan di pengadilan. Minah,
manisih cs, Basar, dan Kolil secara substansi hukum memang melakukan
pelanggaran berupa delik pencurian, namun secara moral mesti dipahami bahwa
keadilan di tengah lalu lintas hukum modern adalah menekankan pada struktur rasional,
prosedur, dan format.
Jika hal
ini ditiadakan, maka akan menegaskan tulisan Harold Rothwax dalam buku Guilty-
The Collapse of the Criminal Justice System bahwa masyarakat modern tidak lagi
mencari keadilan tetapi mencari kemenangan dengan segala cara. Setidaknya
hal demikian dapat terbaca dalam kasus Prita yang menjadi tersangka
pencemaran nama baik Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang. Prita
dituduh setelah menulis keluhan pelayanan rumah sakit itu terhadap dirinya
melalui internet.
MAU DIBAWA KEMANA HUKUM NEGERI INI
Terbayangkah
jika Negara Indonesia tanpa hukum?, hal tersebut bukanlah hal yang mustahil jka
kita melihat kenyataan beberapa kasus hukum yang ada, sejatinya Indonesia
adalah Negara hukum seperti dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3), hal ini
seharusnya menjadi posisi penting dan tertinggi pada Negara kita, namun
kenyataanya sangtlah jauh dari harapan yang sudah jelas termaktup pada undang
udang dasar kita, semakin terpuruknya hukum kita dpat dirasakan bahwa
konstitusi kita bukanlah hal yang pada kenyataanya dapat dihargai para penegak hokum
keadaan lemahnya hukum ini bukanlah satu-satunya
kesalahan yang ada pada sendi hukum itu sendiri, hukum itu digerakkan dan
dibuat bukan berdiri sendiri, oleh karna itu dengan keadaan yang wajar
manusialah yang menjadi penentu akan sebuah kebijakan yang dibuat sendiri bagi
terbentunya sebuah Negara yang semestinya dimata dunia, hal ini jelas
problematis ketika melihat hukum yang dibuat namun kenyataanya hukum pula yang
disalahkan lemah dan kurang mampu bergerak bagi kemajuan dan kepentingan Negara
Indonesia ini. kenyataan ini dapat
dilihat dari beberapa fakta atas jatunya sebuah hukum, seperti kasus salah
tangkap, korupsi, beberapa kasus kejaksaan, dan beberapa kasus mefia peradilan
lain, beberapa kasus tersebut diperlihatkan oleh media elektronik maupun cetak
dengan terbuka, hal ini bisa diketahui dari kasus suap yang dilakukan oleh
Urip, dan juga kasus kerjasama seorang jakasa denagn Ayin yang diperdengarkan
melalui telfon di depan pengadilan.
Kasus
suap tersebut dapat menjadi contoh jelas bahwa hukum dibawah pengadilan bukan
menjadi jaminan suatu kasus menjadi baik, malah justru sebaliknya mulus jalanya
namun tetap meninggalkan hal kotor, maka mungkin wajarlah jika hukum
diindonesia bukanlah jaminan dan menjadi rengking pada suatu penelitian dunia.
disebuah internet urutan atas yang menempati kasus hukum yang terpuruk
diduniasalah satunya adalah indonesia, hal ini jelas membuat malu dunia hukum
khususnya Indonesia yang mengatasnamakan sebuah hukum atas segal sesutau yang
menjadi kebijakan dari pejalanan Indonesia.
Ketika
berbicara tentang nilai-nilai hukum hal ini tak mungkin berdiri sendiri,
kenyataan bahwa hukum itu akan berjalan dengann baik karna buthunya panduan dan
pegangan moral yang tinggi, ini diakui oleh pakar hukum kita yaitu alm
baharudin lopa dlam bukunya kejahatan korupsi dan penegakkan hukum. Karna hukum
saja tidak mungkin dapat berjalan dan mementukan kerjanya tanpa moral yang
kedudukannya adalh dasar suatu kebijakan, tanpa moral kita mungkin bias bermain
dengan nafsu dan keegoisan kita sendiri tanpa dibentengi oleh nilai moral yang
harus dijaga yang didalamnya terdapat sifat-sifat mulia, didalam moral ada
nilai-nilai agama, dan nilai agama hanya ada nilai positif oleh karan itu
pentingnya ada moral dalam diri tiap orang.
Kedua
yaitu, pentinganya sebuah konsistensi dalam sebuah kinerja, konsistensi ini
dapat difahami jika seseorng yang bekerja dalam hal ini sebagai aparat pebegak
hukum terkadang sulit untuk tetap konsisten dengan apa yang seharusnya
dijalankanya, maka dalam hal ini wajar jika seseorang tersebut mulai berani dan
dengan sengaja menyentuh hal yang tidak seharunya ada dalam bagian kerjanya. Maka
wajar jika terjadi mafia peradilan seperti korupsi atas nama “kerja”. Maka
pentinganya sikap konsisten seseorang agar apa yang dilakukan hanya sesuai
dengan apa yang seharusnya.
Beberapa
kasus yang belum mampu disentuh oleh hukum tersebut membuat keadaan dan realita
ini menjadi bukti nyata bahwa hukum Indonesia belumlah pada titik das solen dan
das sein yang sejalan, hal ini disebabkan oleh:
Pertama,
keadaan moral yang belum ada dan tidak menjadi hal penting pada duni hukum,
sehinnga bagi beberpa kalangan moral tersebut dikesampingkan dan dirasa bukan
hal yang memebantu, padahal keadaan itu sangtlah salah, kenyataan moral
tersebut berada pada lefel teratas jika benar-benar diperhatikan, tanpa moral
nilai-nilai yang diambil sangtlah jauhn dan bias jadi tanpa etika yang
seharusnya dijunjung, maka wajarlah jika kenyatanya mafia peradilan, korupsi
,salah tangkap dan pelanggaran lain terjajdi dibeberapa tempat.
Kedua,
sangsi, hal ini memebuat beberapa kalangan yang menjadi tersangka mampu membuat
dan mengubah keadaan yang seharusnya menjadi sangsi dengan apa yang bisa
dilakuakan dengan pembelaaan yang dirasa keluar dari batas moral dan hukum
semestianya.
Ketiga,
tebang pilih, keadaaan tebang pilih ini dirasakan dan mampu dilihat oleh semua
orang ketika masyrakat ikut menjadi sangsi pada suatu kasus, terlebih lagi
kasus yang selama ini dibuka oleh media cetak dan elektronik, hal tebang pilih
ini menjadi hal yang memalukan bagi kalangan hukum, kenapa hukum belum mampu
menyentuh semua kalangan yang dirasa bersalah.
Referensi dari berbagai
Blog
No comments:
Post a Comment