Sunday, October 14, 2012

NEGERI ALAS KAKI

RUNTUHNYA
WIBAWA HUKUM



Tragedi keadilan seperti tak habis melanda negeri ini. Aparat terus saja pamer diskriminasi, begitu garang menindak rakyat jelata, tetapi lunglai ketika menghadapi kalangan berada dan berkuasa

Hukum merupakan sebuah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."

CONTOH KASUS

Masyarakat mungkin masih ingat kejadian hukum yang merusak moralitas sehingga berkembang persepsi bahwa kini sudah tidak ada lagi keadilan di lembaga penegak hukum. Pertama, putusan hakim terhadap Minah (55) yang diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan atas dakwaan pencurian 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Banyumas. 

Belum hilang keheranan publik, hukum juga memaksa Basar dan Kolil mendekam dalam LP Kelas A Kota Kediri karena mencuri sebutir semangka seharga Rp 5.000. Keterkejutan memuncak ketika hukum melalui PT Banten menuntut Prita Mulyasari mengganti kerugian material dan immaterial kepada RS Omni Rp 204 juta karena dakwaan pencemaran nama baik atas pelayanan buruk yang dikeluhkan melalui surat elektronik.
Terakhir, Manisih (40) dan tiga kerabatanya Rabu (10/12) menjalani persidangan di PN Batang atas sangkaan mencuri 14 kilogram kapuk randu di perkebunan PT Segayung, Kecamatan Tulis, Batang. Sidang dilanjutkan Senin (14/12) ini, untuk mendengarkan eksepsi penasihat hukum terdakwa tersebut. 

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (23/5/2012). Nazaruddin menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi Angelina Sondakh, tersangka kasus dugaan suap penganggaran proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional. Mantan anggota DPR yang divonis empat tahun 10 bulan penjara dalam kasus suap wisma atlet SEA Games itu tiba di gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 11.00 WIB dengan diantar mobil tahanan. Saat memasuki gedung KPK, Nazaruddin tidak banyak berkomentar. Dia hanya menjawab pertanyaan seorang pewarta yang bertanya komentar Nazaruddin seputar penetapan tersangka Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai.

Kejadian-kejadian hukum itu pada akhirnya menimbulkan pengaruh sosial yang bermakna bagi masyarakat, lalu tak kalah penting untuk dipahami, kejadian hukum itu akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai sumber keadilan. Mengapa kejadian ini berdampak pada pengadilan? Seberapa penting pengaruhnya?

Pengadilan adalah jantung hukum itu sendiri karena menjadi laboratorium bedah atas paket perundang-undangan, profesional hukum melaksanakan fungsi, produk keadilan, dan pertarungan antara moral dan kepentingan-kepentingan lain. 

Untuk itulah berkembang adagium klasik di dunia hukum bahwa sebaik atau seburuk apapun teks perundang-undangan maka produk keadilan yang dihasilkan tetap tergantung pada sosok-sosok yang menjalankannya. Di sinilah pentingnya moralitas hukum yang harus dipegang oleh penguasa pengadilan. 
Pernyataan itu dapat dikatakan suatu jawaban atas fenomena hilangnya keadilan di pengadilan adanya kasus Minah, Basar-Kolil, dan Prita Mulyasari. Di sisi lain, semuanya merupakan kelompok masyarakat kelas bawah sehingga menjadi bukti langsung bahwa hukum belum dapat dicerna oleh masyarakat awam. 

Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia agar selalu baik, namun positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian hukum. Itulah sebabnya, hukuman terhadap Amir Mahmud, sopir di BNN hanya karena sebuah pil ekstasi justru dikenai hukuman 4 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sedangkan jaksa Ester dan Dara yang telah menggelapkan 343 butir ekstasi hanya divonis 1 tahun. 

Hukum merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan, kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia. Hukum sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua orang. 

Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral mengutamakan pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K Bertens bahwa quid leges sine moribus yang memiliki arti apa gunanya undang-undang kalau tidak disertai moralitas.

Moral jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam kesewenangan hukum dan pertimbangan kepentingan lain dalam penegakan keadilan di pengadilan. Minah, manisih cs, Basar, dan Kolil secara substansi hukum memang melakukan pelanggaran berupa delik pencurian, namun secara moral mesti dipahami bahwa keadilan di tengah lalu lintas hukum modern adalah menekankan pada struktur rasional, prosedur, dan format. 

Jika hal ini ditiadakan, maka akan menegaskan tulisan Harold Rothwax dalam buku Guilty- The Collapse of the Criminal Justice System bahwa masyarakat modern tidak lagi mencari keadilan tetapi mencari kemenangan dengan segala cara.  Setidaknya hal demikian dapat terbaca dalam kasus Prita  yang menjadi tersangka pencemaran nama baik Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang. Prita dituduh setelah menulis keluhan pelayanan rumah sakit itu terhadap dirinya melalui internet. 

MAU DIBAWA KEMANA HUKUM NEGERI INI

Terbayangkah jika Negara Indonesia tanpa hukum?, hal tersebut bukanlah hal yang mustahil jka kita melihat kenyataan beberapa kasus hukum yang ada, sejatinya Indonesia adalah Negara hukum seperti dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3), hal ini seharusnya menjadi posisi penting dan tertinggi pada Negara kita, namun kenyataanya sangtlah jauh dari harapan yang sudah jelas termaktup pada undang udang dasar kita, semakin terpuruknya hukum kita dpat dirasakan bahwa konstitusi kita bukanlah hal yang pada kenyataanya dapat dihargai para penegak hokum keadaan lemahnya hukum ini bukanlah satu-satunya kesalahan yang ada pada sendi hukum itu sendiri, hukum itu digerakkan dan dibuat bukan berdiri sendiri, oleh karna itu dengan keadaan yang wajar manusialah yang menjadi penentu akan sebuah kebijakan yang dibuat sendiri bagi terbentunya sebuah Negara yang semestinya dimata dunia, hal ini jelas problematis ketika melihat hukum yang dibuat namun kenyataanya hukum pula yang disalahkan lemah dan kurang mampu bergerak bagi kemajuan dan kepentingan Negara Indonesia ini. kenyataan ini dapat dilihat dari beberapa fakta atas jatunya sebuah hukum, seperti kasus salah tangkap, korupsi, beberapa kasus kejaksaan, dan beberapa kasus mefia peradilan lain, beberapa kasus tersebut diperlihatkan oleh media elektronik maupun cetak dengan terbuka, hal ini bisa diketahui dari kasus suap yang dilakukan oleh Urip, dan juga kasus kerjasama seorang jakasa denagn Ayin yang diperdengarkan melalui telfon di depan pengadilan.

Kasus suap tersebut dapat menjadi contoh jelas bahwa hukum dibawah pengadilan bukan menjadi jaminan suatu kasus menjadi baik, malah justru sebaliknya mulus jalanya namun tetap meninggalkan hal kotor, maka mungkin wajarlah jika hukum diindonesia bukanlah jaminan dan menjadi rengking pada suatu penelitian dunia. disebuah internet urutan atas yang menempati kasus hukum yang terpuruk diduniasalah satunya adalah indonesia, hal ini jelas membuat malu dunia hukum khususnya Indonesia yang mengatasnamakan sebuah hukum atas segal sesutau yang menjadi kebijakan dari pejalanan Indonesia.

Ketika berbicara tentang nilai-nilai hukum hal ini tak mungkin berdiri sendiri, kenyataan bahwa hukum itu akan berjalan dengann baik karna buthunya panduan dan pegangan moral yang tinggi, ini diakui oleh pakar hukum kita yaitu alm baharudin lopa dlam bukunya kejahatan korupsi dan penegakkan hukum. Karna hukum saja tidak mungkin dapat berjalan dan mementukan kerjanya tanpa moral yang kedudukannya adalh dasar suatu kebijakan, tanpa moral kita mungkin bias bermain dengan nafsu dan keegoisan kita sendiri tanpa dibentengi oleh nilai moral yang harus dijaga yang didalamnya terdapat sifat-sifat mulia, didalam moral ada nilai-nilai agama, dan nilai agama hanya ada nilai positif oleh karan itu pentingnya ada moral dalam diri tiap orang.

Kedua yaitu, pentinganya sebuah konsistensi dalam sebuah kinerja, konsistensi ini dapat difahami jika seseorng yang bekerja dalam hal ini sebagai aparat pebegak hukum terkadang sulit untuk tetap konsisten dengan apa yang seharusnya dijalankanya, maka dalam hal ini wajar jika seseorang tersebut mulai berani dan dengan sengaja menyentuh hal yang tidak seharunya ada dalam bagian kerjanya. Maka wajar jika terjadi mafia peradilan seperti korupsi atas nama “kerja”. Maka pentinganya sikap konsisten seseorang agar apa yang dilakukan hanya sesuai dengan apa yang seharusnya.

Beberapa kasus yang belum mampu disentuh oleh hukum tersebut membuat keadaan dan realita ini menjadi bukti nyata bahwa hukum Indonesia belumlah pada titik das solen dan das sein yang sejalan, hal ini disebabkan oleh:

Pertama, keadaan moral yang belum ada dan tidak menjadi hal penting pada duni hukum, sehinnga bagi beberpa kalangan moral tersebut dikesampingkan dan dirasa bukan hal yang memebantu, padahal keadaan itu sangtlah salah, kenyataan moral tersebut berada pada lefel teratas jika benar-benar diperhatikan, tanpa moral nilai-nilai yang diambil sangtlah jauhn dan bias jadi tanpa etika yang seharusnya dijunjung, maka wajarlah jika kenyatanya mafia peradilan, korupsi ,salah tangkap dan pelanggaran lain terjajdi dibeberapa tempat.

Kedua, sangsi, hal ini memebuat beberapa kalangan yang menjadi tersangka mampu membuat dan mengubah keadaan yang seharusnya menjadi sangsi dengan apa yang bisa dilakuakan dengan pembelaaan yang dirasa keluar dari batas moral dan hukum semestianya.

Ketiga, tebang pilih, keadaaan tebang pilih ini dirasakan dan mampu dilihat oleh semua orang ketika masyrakat ikut menjadi sangsi pada suatu kasus, terlebih lagi kasus yang selama ini dibuka oleh media cetak dan elektronik, hal tebang pilih ini menjadi hal yang memalukan bagi kalangan hukum, kenapa hukum belum mampu menyentuh semua kalangan yang dirasa bersalah.

Referensi dari berbagai Blog

No comments:

Post a Comment